Hukum asuransi syariah adalah boleh berdasarkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia pada 2001. Asuransi syariah hadir sebagai solusi perlindungan finansial yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Tapi, banyak yang belum memahami bagaimana hukum asuransi syariah dalam pandangan agama dan regulasi resmi?
Asuransi syariah bukan hanya jaminan perlindungan duniawi, tetapi juga cerminan semangat ta’awun (tolong-menolong), keadilan, dan amanah. Prinsip-prinsip seperti larangan riba, kejelasan akad, dan saling membantu menjadi fondasi utama dari sistem ini.
Dengan kata lain, memilih asuransi syariah bukan hanya langkah finansial yang cerdas, tetapi juga bentuk ibadah sosial yang membawa keberkahan. Yuk, kenali lebih dalam hukum asuransi syariah serta jenis akad dan keunggulannya!
Konten
Apa Itu Asuransi Syariah?
Asuransi syariah adalah bentuk perlindungan yang dijalankan dengan prinsip tolong-menolong (ta’awun) dan saling melindungi (takaful) antar peserta. Konsep ini yang menjadi perbedaan asuransi konvensional dan asuransi syariah yang utama.
Pasalnya, asuransi konvensional berorientasi pada keuntungan perusahaan asuransi. Dalam asuransi syariah, peserta menyumbangkan dana ke dalam dana tabarru’, yang akan digunakan untuk membantu peserta lain yang mengalami musibah.
Tujuan utama dari asuransi syariah bukanlah mencari keuntungan, melainkan mengamalkan nilai solidaritas dan tanggung jawab sosial yang sesuai dengan ajaran Islam.
Dasar Hukum Asuransi Syariah
Lalu, seperti apa hukum asuransi syariah? Berikut ini beberapa dasar hukum dan regulasi yang terkait:
1. Hukum Asuransi Syariah Menurut Alquran dan Hadis
Islam sangat mendorong umatnya untuk mempersiapkan masa depan, seperti dalam firman Allah:
- “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS. an-Nisa’ [4]: 9)
- “Hai orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah dibuat untuk hari esok (masa depan)…” – (QS. al-Hasyr [59]: 18)
- “Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat.” – HR Muslim dari Abu Hurairah.
Ayat dan hadis ini menunjukkan pentingnya persiapan finansial dan perlindungan sosial. Selain itu, prinsip muamalah dalam Islam juga menekankan pentingnya keadilan, amanah, dan larangan terhadap riba, gharar (ketidakpastian), dan maysir (judi).
2. Fatwa MUI tentang Asuransi Syariah
Untuk menjawab kebutuhan umat terhadap perlindungan yang sesuai syariat, Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Dewan Syariah Nasional (DSN) telah mengeluarkan berbagai fatwa sebagai dasar hukum operasional asuransi syariah. Beberapa di antaranya:
- Fatwa No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah: Menjelaskan bahwa asuransi syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong dengan menggunakan akad yang sesuai syariah dan menghindari unsur haram.
- Fatwa No. 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musytarakah pada Asuransi Syariah
- Fatwa No. 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah bil Ujrah
- Fatwa No. 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru’
Fatwa-fatwa ini memberikan legitimasi bahwa asuransi syariah diperbolehkan dalam Islam, asalkan memenuhi prinsip syariat.
3. Peraturan Menteri Keuangan terkait Asuransi Syariah
Asuransi syariah tidak hanya diatur oleh lembaga keagamaan, tapi juga oleh pemerintah. Melalui PMK No. 18/PMK.010/2010, pemerintah menetapkan prinsip dasar penyelenggaraan asuransi berbasis syariah. Beberapa poin penting di antaranya:
- Pasal 1 ayat 1: Menyebutkan bahwa asuransi syariah adalah usaha saling tolong-menolong (ta’awun) dan melindungi (takaful) melalui pengumpulan dana tabarru’ untuk menghadapi risiko tertentu.
- Pasal 1 ayat 2 dan 3: Menjelaskan bahwa perusahaan dan nasabah harus terikat dalam akad syariah dan dana yang dikelola sesuai prinsip syariah.
Peraturan ini menunjukkan bahwa pemerintah mendukung pengembangan industri keuangan syariah, termasuk asuransi, dalam kerangka hukum positif.
4. Regulasi dari OJK sebagai Otoritas Pengawas
Sebagai otoritas pengawas jasa keuangan, OJK menerbitkan POJK No. 20 Tahun 2023 tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Kredit atau Pembiayaan Syariah dan Produk Suretyship Syariah.
Dalam POJK ini, asuransi syariah didefinisikan sebagai kumpulan perjanjian antara perusahaan dan pemegang polis serta antar peserta, untuk saling menolong dan melindungi berdasarkan prinsip syariah.
Produk asuransi syariah wajib diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) guna memastikan kesesuaiannya dengan prinsip Islam.
Akad dalam Asuransi Syariah
Salah satu ciri khas utama dari asuransi syariah adalah penggunaan akad atau perjanjian yang sesuai dengan prinsip Islam. Berikut beberapa jenis akad yang umum digunakan:
1. Akad Tabarru’
Akad tabarru’ merupakan akad hibah atau derma yang dilakukan peserta untuk saling membantu di antara sesama peserta asuransi.
Dana yang disetorkan sebagai premi asuransi syariah, bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk membantu peserta lain yang tertimpa musibah.
2. Akad Tijarah
Akad tijarah adalah akad yang bersifat komersial, di mana perusahaan asuransi syariah mengelola dana peserta dengan tujuan mencari keuntungan yang halal. Keuntungan ini nantinya akan dibagi sesuai kesepakatan.
3. Akad Wakalah bil Ujrah
Dalam akad ini, peserta memberikan kuasa kepada perusahaan untuk mengelola dana mereka, dengan imbalan berupa ujrah (fee) yang disepakati di awal. Akad ini menjamin transparansi karena biaya pengelolaan sudah ditentukan sejak awal.
Keunggulan Asuransi Syariah
Asuransi syariah tidak hanya menawarkan perlindungan finansial, tetapi juga menghadirkan berbagai keunggulan yang selaras dengan nilai-nilai Islam. Adapun keunggulan dan manfaat asuransi syariah yaitu:
- Transparansi dana: Setiap peserta mengetahui ke mana dana mereka disalurkan dan bagaimana pengelolaannya. Tidak ada informasi yang disembunyikan, sehingga peserta merasa lebih aman dan tenang.
- Tidak ada sistem dana hangus: Berbeda dengan asuransi konvensional, dana kontribusi peserta dalam asuransi syariah tidak akan hangus jika tidak terjadi klaim. Dana akan tetap dikelola dan dialokasikan sesuai prinsip tolong-menolong.
- Adanya pembagian surplus underwriting: Jika dana tabarru’ mengalami surplus (kelebihan) setelah dikurangi klaim dan biaya operasional, maka kelebihannya bisa dibagikan kembali kepada peserta sesuai proporsi yang disepakati.
Pentingnya Perlindungan Asuransi
Hukum asuransi syariah telah dijelaskan dan difatwakan oleh banyak lembaga terpercaya. Tidak hanya diperbolehkan, asuransi syariah juga memberikan solusi keuangan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Kalau kamu sedang mempertimbangkan asuransi, pastikan untuk memilih produk yang tidak hanya aman secara finansial, tetapi juga halal secara prinsip. Terutama untuk proteksi kesehatan, yang sangat penting dalam kehidupan modern saat ini. Dapatkan informasi menarik lainnya seputar asuransi di situs Roojai Indonesia.
Dapatkan Penawaran Asuransi Online yang
Asuransi Online yang Mudah, Terjangkau, dan Dapat Diandalkan
|
Lihat premi dalam 30 detik.
Gak perlu kasih info kontak!
Cek harga premi secara online
Bagikan: